Beberapa dokter atau perawat sering mengajak anak-anaknya main ke rumah sakit tempat saya bekerja. Usia anak-anak tersebut rata-rata sekitar 4-8 tahun. Ada satu persamaan di antara anak-anak tersebut, mereka sama-sama tech savvy. Kepandaian mereka mengoperasikan smartphone dan tablet hampir sebanding dengan para early adopter internet, generasi Millenia, seperti saya. Kehidupan saat ini memang telah jauh berubah dibandingkan 1-2 dekade yang lalu. Teknologi kini (dan akan datang) memberikan peranan yang nyata bagi kehidupan manusia di segala tingkatan, dari dewasa hingga anak-anak. Tahun-tahun ini hingga sepuluh tahun mendatang adalah masa-masa di mana para generasi Millenia akan menghasilkan keturunan, yaitu generasi baru yang bisa jadi lebih gila gadget dibandingkan orang tuanya. Hal ini memberikan tantangan tersendiri bagi parenting di era digital untuk generasi Millenia.
Data yang ada sekarang menunjukkan bahwa penggunaan internet oleh anak sudah begitu luas. Persentase pengguna internet oleh anak usia 5-7 tahun sebesar 82%, usia 8-11 tahun sebesar 96%, dan usia 12-15 tahun sebesar 99%. Terlihat bahwa semakin meningkatnya usia, semakin besar paparan internet pada anak. Jika dilihat berdasarkan waktu online per minggu, anak usia 3-7 tahun menghabiskan waktu rata-rata 6,5 jam, anak usia 8-11 tahun selama 9,2 jam, dan anak usia 12-15 tahun selama 17 jam. Besarnya dominasi internet dalam hidup anak tidak terlepas dari peranan gadget yang menyokong mereka. Pemilik gadget (smartphone ataupun tablet) pada anak usia 3-4 tahun ada sebanyak 41%, usia 5-7 tahun sebanyak 63%, dan usia 12-15 sebanyak 95%. Beberapa hal yang dilakukan oleh anak dengan smartphone dan tablet mereka antara lain bermain games (63%), menggunakan aplikasi (50%), menonton video (47%), menonton TV/film (38%), dan membaca buku (30%). Kehidupan yang ramah akan smartphone dan tablet ini membawa perubahan bagi perilaku konsumsi gadget anak, yaitu daily screen time (tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2011) untuk televisi menurun sebanyak 12 kali, CD menurun 9 kali, komputer/PC menurun 4 kali, sedangkan smartphone/tablet meningkat 10 kali.
Teknologi internet menghadirkan dua buah sisi bagi kehidupan anak. Sisi positifnya, anak terpapar dengan mudah oleh beragam informasi yang berguna bagi pendidikan dan pengetahuannya. Sisi negatifnya, ada bahaya yang mengancam anak akibat penggunaan internet. Cyber bullying, eksploitasi seksual, pencurian identitas, dan fraud mengancam kehidupan anak di era digital. Sebanyak 28% anak usia 11-16 tahun mengatakan pernah mengalami hal yang kurang menyenangkan terkait dampak negatif internet di sosial media. Kemudahan konektivitas untuk berhubungan dengan orang asing melalui internet membawa bahaya yang mengancam pengguna pemula seperti anak-anak.
Sayangnya, sebuah studi menunjukkan bahwa 2 dari 3 orang tua tidak mengetahui akan aktivitas internet anak-anak mereka. Hal ini umumnya disebabkan karena anak cenderung untuk menyembunyikan jejak mereka di dunia maya dari orang tua. Sebanyak 71% remaja menyembunyikan kebiasaan online mereka dari orang tua meskipun 48% orang tua percaya bahwa anak-anak mereka melaporkan segala aktivitas onlinenya kepada mereka. Lebih dari 50% anak dilaporkan rutin menghapus internet history dari komputer mereka. Early adopter dari Instagram dan Tumblr pun mengatakan lebih menyukai kedua situs sosial media tersebut dibandingkan Facebook dan Twitter karena umumnya kedua orang tua mereka tidak mengetahuinya. Seorang sahabat saya, Oknum Y, sampai-sampai menyembunyikan identitasnya di Tumblr agar tidak bisa diketahui oleh kedua orang tuanya. Satu hal penting bagi orang tua di era digital adalah jika orang tua tidak bertanya, maka anak-anak cenderung untuk tidak memberitahu kegiatan onlinenya.
Di samping itu, penyebab ketidaktahuan orang tua akan aktivitas internet anak-anak mereka adalah karena keduanya tumbuh dalam generasi yang berbeda. Anak-anak tumbuh di masa ketika teknologi bergulir secara cepat dan mereka mau tidak mau beradaptasi dengan perubahan yang cepat tersebut. Sedangkan orang tua, karena tumbuh di era di mana teknologi baru berkembang (15 tahun lalu masih belum ada situs sosial media dan penggunaan search engine belum semasif seperti sekarang), tidak memiliki kemampuan adaptasi secepat anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak lebih unggul dalam hal penguasaan teknologi. Sebanyak 41% orang tua percaya bahwa anak-anak mereka lebih menguasai dunia maya dibandingkan mereka.
Meskipun demikian, peran orang tua dalam memberikan edukasi kepada anak mengenai internet sudah menjadi hal yang penting untuk dilakukan saat ini. Orang tua perlu menekankan kepada anak bahwa dunia maya berbeda dengan dunia nyata. Orang tua juga perlu melakukan review terhadap aktivitas online anak dan memberikan saran jika terdapat hal-hal yang dirasa kurang tepat dilakukan oleh anak di internet. Jika pada masa lalu, pengawasan orang tua dapat dilakukan melalui penggunaan komputer bersama di satu lokasi di rumah, di masa smartphone dan tablet yang bersifat pribadi saat ini, hal tersebut sudah tidak dapat diterapkan lagi sehingga orang tua dituntut untuk kreatif dan juga selalu mengikuti perkembangan teknologi terkini. Misalnya saja, mengemukakan topik-topik seputar dunia digital dalam pembicaraan sehari-hari ataupun meminta tolong anak tertua untuk bertanggung jawab terhadap perilaku berinternet adik-adiknya. Hal yang terpenting bagi orang tua adalah tetap menjaga komunikasi dan menunjukkan kepada anak bahwa orang tua memahami internet sebagai bagian yang penting dalam hidup anak saat ini dan memastikan anak bahwa orang tua dapat membantu mencari solusi atas hal-hal yang merisaukan anak di dunia maya.
Tips dan trik digital parenting:
Data yang ada sekarang menunjukkan bahwa penggunaan internet oleh anak sudah begitu luas. Persentase pengguna internet oleh anak usia 5-7 tahun sebesar 82%, usia 8-11 tahun sebesar 96%, dan usia 12-15 tahun sebesar 99%. Terlihat bahwa semakin meningkatnya usia, semakin besar paparan internet pada anak. Jika dilihat berdasarkan waktu online per minggu, anak usia 3-7 tahun menghabiskan waktu rata-rata 6,5 jam, anak usia 8-11 tahun selama 9,2 jam, dan anak usia 12-15 tahun selama 17 jam. Besarnya dominasi internet dalam hidup anak tidak terlepas dari peranan gadget yang menyokong mereka. Pemilik gadget (smartphone ataupun tablet) pada anak usia 3-4 tahun ada sebanyak 41%, usia 5-7 tahun sebanyak 63%, dan usia 12-15 sebanyak 95%. Beberapa hal yang dilakukan oleh anak dengan smartphone dan tablet mereka antara lain bermain games (63%), menggunakan aplikasi (50%), menonton video (47%), menonton TV/film (38%), dan membaca buku (30%). Kehidupan yang ramah akan smartphone dan tablet ini membawa perubahan bagi perilaku konsumsi gadget anak, yaitu daily screen time (tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2011) untuk televisi menurun sebanyak 12 kali, CD menurun 9 kali, komputer/PC menurun 4 kali, sedangkan smartphone/tablet meningkat 10 kali.
Tantangan baru dalam membesarkan anak dari sekian komplek teori parenting yang bahkan baru sempat dibicarakan belum sempat dipelajari, bismillah semoga nanti kelak dalam jaman apapun dapat menjadi sebaik-baiknya madrasah yang meluluskan anak-anak shaleh dan shalehah
Teknologi internet menghadirkan dua buah sisi bagi kehidupan anak. Sisi positifnya, anak terpapar dengan mudah oleh beragam informasi yang berguna bagi pendidikan dan pengetahuannya. Sisi negatifnya, ada bahaya yang mengancam anak akibat penggunaan internet. Cyber bullying, eksploitasi seksual, pencurian identitas, dan fraud mengancam kehidupan anak di era digital. Sebanyak 28% anak usia 11-16 tahun mengatakan pernah mengalami hal yang kurang menyenangkan terkait dampak negatif internet di sosial media. Kemudahan konektivitas untuk berhubungan dengan orang asing melalui internet membawa bahaya yang mengancam pengguna pemula seperti anak-anak.
Sayangnya, sebuah studi menunjukkan bahwa 2 dari 3 orang tua tidak mengetahui akan aktivitas internet anak-anak mereka. Hal ini umumnya disebabkan karena anak cenderung untuk menyembunyikan jejak mereka di dunia maya dari orang tua. Sebanyak 71% remaja menyembunyikan kebiasaan online mereka dari orang tua meskipun 48% orang tua percaya bahwa anak-anak mereka melaporkan segala aktivitas onlinenya kepada mereka. Lebih dari 50% anak dilaporkan rutin menghapus internet history dari komputer mereka. Early adopter dari Instagram dan Tumblr pun mengatakan lebih menyukai kedua situs sosial media tersebut dibandingkan Facebook dan Twitter karena umumnya kedua orang tua mereka tidak mengetahuinya. Seorang sahabat saya, Oknum Y, sampai-sampai menyembunyikan identitasnya di Tumblr agar tidak bisa diketahui oleh kedua orang tuanya. Satu hal penting bagi orang tua di era digital adalah jika orang tua tidak bertanya, maka anak-anak cenderung untuk tidak memberitahu kegiatan onlinenya.
Di samping itu, penyebab ketidaktahuan orang tua akan aktivitas internet anak-anak mereka adalah karena keduanya tumbuh dalam generasi yang berbeda. Anak-anak tumbuh di masa ketika teknologi bergulir secara cepat dan mereka mau tidak mau beradaptasi dengan perubahan yang cepat tersebut. Sedangkan orang tua, karena tumbuh di era di mana teknologi baru berkembang (15 tahun lalu masih belum ada situs sosial media dan penggunaan search engine belum semasif seperti sekarang), tidak memiliki kemampuan adaptasi secepat anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak lebih unggul dalam hal penguasaan teknologi. Sebanyak 41% orang tua percaya bahwa anak-anak mereka lebih menguasai dunia maya dibandingkan mereka.
Meskipun demikian, peran orang tua dalam memberikan edukasi kepada anak mengenai internet sudah menjadi hal yang penting untuk dilakukan saat ini. Orang tua perlu menekankan kepada anak bahwa dunia maya berbeda dengan dunia nyata. Orang tua juga perlu melakukan review terhadap aktivitas online anak dan memberikan saran jika terdapat hal-hal yang dirasa kurang tepat dilakukan oleh anak di internet. Jika pada masa lalu, pengawasan orang tua dapat dilakukan melalui penggunaan komputer bersama di satu lokasi di rumah, di masa smartphone dan tablet yang bersifat pribadi saat ini, hal tersebut sudah tidak dapat diterapkan lagi sehingga orang tua dituntut untuk kreatif dan juga selalu mengikuti perkembangan teknologi terkini. Misalnya saja, mengemukakan topik-topik seputar dunia digital dalam pembicaraan sehari-hari ataupun meminta tolong anak tertua untuk bertanggung jawab terhadap perilaku berinternet adik-adiknya. Hal yang terpenting bagi orang tua adalah tetap menjaga komunikasi dan menunjukkan kepada anak bahwa orang tua memahami internet sebagai bagian yang penting dalam hidup anak saat ini dan memastikan anak bahwa orang tua dapat membantu mencari solusi atas hal-hal yang merisaukan anak di dunia maya.
Tips dan trik digital parenting:
- Seiring dengan meningkatnya penggunaan smartphone pada anak (dan juga orang tua!). Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk menjaga hubungan orang tua dan anak di era digital, antara lain: jangan memeriksa ponsel ketika anak sedang berbicara atau ketika orang tua sedang berkumpul dengan anak, ikuti perkembangan anak di sosial media (kehidupan nyata dan kehidupan di sosial media saat ini sudah hampir tidak ada bedanya), batasi penggunaan ponsel di depan anak sehingga ingatan anak akan orang tua bukanlah ingatan atas orang tua yang selalu menatap layar ponsel, dan gunakan fitur-fitur di smartphone untuk menjalin komunikasi dengan anak.
- Ajarkan pada anak bahwa teknologi adalah alat, bukan mainan (meskipun terdapat games di dalamnya). Bimbing anak untuk menggunakan teknologi secara produktif dan konstruktif.
- Orang tua perlu berpartisipasi aktif dalam dunia digital anak. Sekarang sudah bukan masanya lagi orang tua dan anak bermain kelereng bersama, tetapi bermain Hay Day atau Minecraft bersama. Salah satu contoh orang tua yang berpartisipasi aktif dalam dunia digital anaknya adalah Tante D yang membuat Tumblr (sosial media yang dimiliki oleh anak-anaknya) sejak beberapa tahun yang lalu ketika Tumblr masih belum banyak dikenal.
- Jika dulu ibu saya melakukan pembatasan kepada saya untuk bermain PlayStation. Maka hal serupa juga sebaiknya dilakukan kepada anak-anak generasi sekarang dan masa mendatang, yaitu membatasi penggunaan smartphone. Membatasi kapan, bagaimana, dan seberapa lama anak boleh melakukan aktivitas online. Ketika internet dan gadget telah menjadi candu bagi anak, melakukan pembatasan adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan.
- Orang tua sering bicara kepada anaknya “hati-hati (jangan mudah percaya) sama orang yang ga dikenal” di dunia nyata. Di dunia maya, pesan serupa juga berlaku. Dua puluh sembilan persen anak usia 12-15 tahun mengaku tidak pernah bertemu dengan 1 dari 3 temannya di dunia maya. Ajarkan kepada anak bahwa konsep teman adalah orang yang kita kenal secara dekat di dunia nyata, bukan sekedar orang-orang yang menjadi friends di sosial media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar